Namaku Laili Sa’adah, nama yang indah, tapi orang – orang memanggilku Iil, jauh dari nama lengkapku tadi. Ceritanya panjang, begini, pada sore hari tepatnya tanggal 08 Mei 1984 ibuku yang biasa kupanggil mak dan Umi marasakan sakit pada kandungannya, rupanya aku sudah ingin merasakan sinar matahari dan menghirup udara bumi. Sama suaminya yaitu bapakku di bawa ke Rumah Sakit Umum Jombang karna kondisi ibuku yang menghawatirkan. Padahal biasanya kalau ada orang yang mau melahirkan masih dukun bayi yang nangani, tapi untukku special.
Menurut cerita yang kudapat mereka berdua naik becak yang pas memanggilnya sulitnya minta ampun, tapi alhamdilillah ibuku masih bisa bertahan dengan sakit yang luar biasa itu. Sampai dirumah sakit tepat adzan maghrib, “jangan lahir dulu ya nak, nunggu bapakmu sholat dulu” kata bapakku sambil ngelus –ngelus perut ibuku. Ibuku langsung dibawa kekamar bersalin oleh beberapa suster penjaga dan bapak menunaikan tugasnya.
Dirumah, kakak perempuanku nomer empat yang biasa di panggil Riha menjahit baju untukku dari kain seadanya, malah ada yang bilang dari jarik ibuku yang ditinggal dirumah, karena waktu itu memang belum ada persiapan untukku, soalnya kandungan ibuku masih berumur 7 bulan. Satu jarik jadi 5 baju bayi dan beberapa popok anak, setelah itu langsung meluncur ke RS juga.
Kembali ke Rumah Sakit, disana, ibuku sudah mengerang kesakitan, oleh dokter diputuskan untuk dioperasi. Huh….. betapa bingungnya bapakku, dari mana dapat uang untuk biaya operasi, mau hutang, hutang kesiapa? Mau ngejua, jual barang yang mana? Perekonomian keluarga waktu itu memang lagi seret – seretnya, bapak mondar – mandir di lorong rumah sakit cari cara untuk mendapatkan uang sebanyak yang disebutkan oleh dokter. Dengan wajah bingung dan putus asa bapak mendekati ibuku dan ngelus – ngelus lagi perut ibuku, “ wes ndang cepet lahir yo nak “. Dan……. Subhaanallah ibuku kembali mengerang kesakitan dan segera dibawa kekamar bersalin.
Tepat pukul 19.00 WIB aku lahir dengan berat 2,25 kg, sangat kecil, tidak memenuhi standart bayi lahir sehat. Oleh dokter lagi, aku diletakkan di incubator, adalah tempat tidur untuk bayi tapi dilengkapi dengan pemanas dan pencahayaan yang extra, tujuannya agar sibayi lebih cepat pertumbuhannya dan ketahanan tubuhnya meningkat. Tapi, kata kakakku yang bernama Riha tadi tempat itu lebih tepat disebut oven, bentuknya sama, gunanya juga sama. Masih kata kakakku tadi aku ditaruh situ karena kondisiku yang belum bisa bernafas normal itu disebabkan organ tubuhku yang tidak sehat.
Kemudian nggak disengaja si Riha tadi ingat sama teman perempuannya yang cantik dan pintar namanya IIL, akhirnya dia ikut – ikut panggil aku iil, dengan harapan aku bisa seperti temannya itu, he he he he (amin). Tapi bapakku lain lagi, baginya kelahiranku adalah anugerah yang luar biasa baginya. Karena dari 10 anaknya akulah yang paling repot kelahirannya, jadi beliau menamakanku Laili Sa’adah, yang artinya malam yang penuh dengan kebahagiaan, kebahagiaan baginya, ibuku, bagiku dan bagi kakak – kakakku yang lain.
Iil kecil suka sekali tampil didepan umum, baik bernyanyi ataupun puisi. Aku masih ingat saat itu aku belum sekolah, TK pun aku belum tapi aku sudah nangis minta tampil dipanggung saat ada pentas 17 Agustus diDesaku, oleh kakakku yang Riha tadi aku didaftarin dadakan malam itu juga biar bisa naik panggung. Tanpa grogi dan rasa takut aku bernyanyi lagunya Dina Mariana yang berjudul Cinta, wah…..sorakan orang – orang semakin membuatku semangat untuk bernyanyi sampai akhirnya…..bluk! aku terjatuh dipanggung, orang – orang semakin riuh menertawakanku. Tapi, aku nggak nangis aku cuma senyum-senyum nyengir aja dan melanjutkan nyanyianku dengan baik sampai musik selesai.
Belum genap 4th aku sudah masuk TK, masuk di MI Roudlotul Atfalpun umurku dibawah teman-temanku, dan selama aku sekolah sering kali aku dapat juara dan penghargaan, baik dari sekolahan atapun dari lomba-lomba yang kuikuti. Oh ya, selama di MI aku tidak pernah dapat rangking di bawah 2, selalu jadi yang pertama, habat bukan?!he he he.
Lulus MI aku melanjutkan dipondok pesantren Al-Anwar Al-Khodijiyah, eit! Tidak hanya mondok, sekolah juga! 6th aku disana, tapi aku sekolah di MTs dan MA standart dengan SMP to SMA lah. Disanalah aku mulai punya rasa malu, karna mulai mendalami ilmu agama dan ilmu-ilmu lain yang menambah tebal rasa imanku pada Allah. Tapi jangan dikira kalau punya rasa malu prestasi dan lomba-lomba tidak aku ikuti lagi, aku masih ikut festifal-festifal puisi yang diadakan oleh peantren, malah aku sering ditunjuk guruku mewakili sekolahan. Seneng rasanya jadi orang pilihan.
Tahun 2002 aku melanjutkan pendidikan strata 1 ku di IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan program studi Psikologi, aku pilih Psikologi karna awalnya aku ingin menolong anak-anak yang memiliki kekurangan mental, dan ingin mempunyai Lembaga yang menangani anak-anak yang seperti itu. Awalnya keinginanku ini ditentang oleh kedua orang tuaku, tapi dengan tlaten aku jelaskan pada mereka apa itu Psikologi dan ruang lingkupnya, dan mareka akhirnya faham dan merestui keputusanku. Ditempat ini juga aku menemukan banyak hal, jati diri; keberanian yang sempat hilang; juga cinta (hu hu hui!). Dengan semua itu aku semakin bersemangat berprestasi, aku lulus dengan nilai 3,35 sangat memuaskan. Dan, orang tuaku semakin sayang sama aku.
Aku belum puas sampai disitu, aku masih mempunyai mimpi-mimpi yang lain. Kata NIDJI “mimpi adalah kunci untuk kita manaklukkan dunia”, dan itu ternyata benar!!. Aku kuliah dulu juga mimpi, aku jadi guru dulu juga mimpi, aku jadi seperti ini juga berawal dari mimpi. Dan, sekarang aku melanjutkan Strata 2 di IKAHA Tebuireng Jombang itu juga berawal dari mimpi, kuliahku kali ini berbeda dengan yang kuliahku pertama yang berawal dari keinginanku untuk nolong anak-anak, aku ambil konsntrasi diprogram Pendidikan Islam masih semester awal.